Labels

Rabu, 05 September 2012

BEASISWA S2/S3 KING ABDUL AZIZ UNIVERSITY JEDDAH SAUDI ARABIA 2013/2014

Bismillahirrohmanirrohim,
Alhamdulillah ada kabar gembira bagi mahasiswa Indonesia yang berminat melanjutkan studi S2/S3 di Saudi Arabia bahwa: 

Universitas King Abdul Aziz mengumumkan penerimaan beasiswa bagi calon mahasiswa luar Arab Saudi untuk tahun akademik 2013/2014.

Pemohon sekalian, untuk Beasiswa Pascasarjana di Universitas King Abdul Aziz (KAU) untuk mahasiswa Internasional, kami ingin menginformasikan bahwa pendaftaran untuk tahun akademik 2012/2013 ditutup, dan aplikasi untuk tahun akademik 2013/2014 dimulai di September, 2012. Terima kasih atas perhatian Anda.

Program Studi Pascasarjana di Universitas King Abdul Aziz, di Arab Saudi, Jeddah, mengumumkan pengakuan untuk lulus program master dan gelar Ph.D bagi mahasiswa non-Saudi untuk tahun 2013/2014 sebagai berikut;

Tersedia untuk Ph.D:
Fakultas Seni dan Humaniora:
Sejarah, perpustakaan dan informasi, sosiologi bahasa, Arab.

Fakultas Ilmu:
Biologi, kimia, biokimia.

Fakultas Teknik (Pria Saja):
Civil engineering

Fakultas Ilmu Bumi (Pria Saja):
Teknik dan lingkungan geologi, hidrogeologi, minyak bumi dan geologi sedimen.

Fakultas Metrologi, Lingkungan dan Pertanian Tanah Arid (Pria Saja):
Lahan kering pertanian, ilmu lingkungan

Tersedia Program Master:
Fakultas Ekonomi & Administrasi:
Akuntansi Administrasi, Umum, Ekonomi, Sistem.

Fakultas Seni dan Humaniora:
Sastra Inggris dan linguistik,, sejarah sosiologi, perpustakaan dan informasi, geografi, bahasa Arab, studi Islam, psikologi.

Fakultas Ilmu:
Kimia, biologi, matematika, fisika, statistik, biokimia, astronomi dan ruang.

Fakultas Teknik:
Teknik sipil, teknik produksi dan sistem mekanik merancang, rekayasa termal dan teknologi desalinasi, teknik industri, teknik elektro dan komputer, kimia dan teknik material, teknik nuklir, rekayasa aeronotika, teknik pertambangan.

Fakultas Ilmu Bumi (Pria Saja):
Mineral dan batuan geologi kekayaan, teknik dan lingkungan, geologi hidrogeologi, minyak bumi dan sedimen, struktur dan geologi penginderaan jauh, geofisika.

Fakultas Metrologi, Lingkungan dan Pertanian Tanah Arid (Pria Saja):
Metrologi, pertanian lahan Arid, ilmu lingkungan, sumber daya air dan ilmu manajemen.

Fakultas Ilmu Kelautan (Pria Saja):
Kelautan biologi, fisika kelautan, kelautan kimia, geologi laut.

Fakultas Desain Lingkungan (Pria Saja):
Perkotaan dan regional perencanaan, arsitektur

College of Technology Computing & Informasi:
Ilmu komputer.

Ekonomi Rumah Tangga:
Islam seni, pakaian dan tekstil, studi masa kanak-kanak, perumahan dan manajemen rumah, makanan dan gizi, pendidikan dan ekonomi rumah.

Syarat-syarat Pengajuan:

1. Pemohon program master tidak boleh melebihi 30 tahun dan pemohon Ph.D tidak boleh melebihi 35 tahun
2. Pemohon Pemohon harus memiliki gelar bersertifikat dari negaranya, dengan nilai tidak kurang dari jayyid jiddan / sangat baik (8,00), jika gelar diberikan sesuai nilai.
3. Pemohon harus mencapai nilai berikut dalam Tes Bahasa Inggris sebagai Bahasa Asing (TOEFL) atau International Bahasa Inggris Sistem Pengujian (IELTS): TOEFL PBT (500), TOEFL CBT (170), IBT TOEFL (61), dan IELTS (5 )
4. Pemohon harus dalam kondisi baik dan sehat dan bugar
5. Pemohon harus menyerahkan dua surat rekommedasi dari lembaga sebelumnya.
6. Pemohon belum pernah diberhentikan dari Lembaga Pendidikan Saudi dan ia tidak sedang diberikan beasiswa Lembaga Pendidikan Saudi yang lain.
7. Dokumen yang diperlukan harus disertifikasi dari Kerajaan Kedutaan Arab Saudi di negara pemohon.
8. Mahasiswi harus disertai oleh wali resmi (Mahram), sesuai dengan peraturan tersebut. Wali harus memiliki beasiswa atau status penduduk resmi sementara (iqama) atau bekerja status penduduk (iqama) dari bisnis yang membutuhkan servis nya

Hak Istimewa Beasiswa:

1. Saku Bulanan (2900 SR) untuk mahasiswa Master dan (3400 SR) untuk mahasiswa Ph.D
2. Tunjangan (1800 SR) pada kedatangan siswa
3. Tersedia perawatan perumahan dan cocok ilmiah, sosial, budaya, dan pelatihan
4. Diskon makanan di restoran universitas
5. Tesis dan disertasi pencetakan dan tunjangan pengikatan (3000 SR) untuk mahasiswa Master dan (4000 SR) untuk mahasiswa Ph.D, yang akan dibayarkan setelah selesainya persyaratan gelar
6. Wisuda tunjangan (2700 SR), yang akan dibayarkan setelah penyelesaian persyaratan derajat
7. Tiket pulang pergi kepada mahasiswa setiap tahunnya

Dokumen2 yg Diperlukan :

1. Kurikulum vitae (CV)
2. Pernyataan Tujuan
3. Sebuah proposal penelitian singkat di bidang spesialisasi
4. Salinan sertifikat kelulusan yang bersertifikat dari Kedutaan Saudi
5. Sebuah transkrip copy yang bersertifikat dari Kedutaan Saudi.
6. Dua surat rekomendasi ilmiah dari instruktur dari lembaga pelamar sebelumnya
7. Salinan paspor yang masih berlaku
8. Salinan nilai tes bahasa Inggris (TOEFL atau IELTS)
9. Foto pribadi terbaru

Tugas dan kewajiban mahasiswa beasiswa:
Selain bergabung dengan program studi pascasarjana, penerima beasiswa harus melakukan pekerjaan akademis dan teknis yang cocok untuk spesialisasinya, sehingga hal ini tidak akan mempengaruhi pada kinerja akademik dan pada kualitas pendidikan KAU.

Situs web: http://dgsscholarship.kau.edu.sa/Pages-fsdfs.aspx

Universitas Alamat
Lokasi: Kerajaan Arab Saudi - Jeddah
P.O. Kotak: 80200
Zip Code: 21.589
Telepon:  0096626400000
Fax: 0096626952437
Email: info@itc.edu.sa
Web Site: www.kau.edu.sa

Diterjemahkan dengan sedikit perubahan dari blog ini

Rabu, 27 Juni 2012

Fatwa Pendiri Nadhatul Ulama Tentang Syi'ah

Fatwa Pendiri Nahdhatul Ulama
Hadratus Syekh KH. Hasyim Asy’ari (1292-1366 H, 1875-1947 M)
Tentang Syi’ah
المقالة الأولى:
فصل في بيان تمسك أهل جاوى بمذهب أهل السنة والجماعة، وبيان ابتداء ظهور البدع وانتشارها في أرض جاوى، وبيان أنواع المبتدعين في هذا الزمان.
قد كان مسلموا الأقطار الجاوية في الأزمان السالفة الخالية متفقي الآراء والمذهب ومتحدي المأخذ والمشرب، فكلهم في الفقه على المذهب النفيس مذهب الإمام محمد بن إدريس، وفي أصول الدين على مذهب الإمام أبي الحسن الأشعري، وفي التصوف على مذهب الإمام الغزالي والإمام أبي الحسن الشاذلي رضي الله عنهم أجمعين.
ثم إنه حدث في عام الف وثلاثمائة وثلاثين أحزاب متنوعة وآراء متدافعة وأقوال متضاربة، ورجال متجاذبة، فمنهم سلفيون قائمون على ما عليه أسلافهم من التمذهب بالمذهب المعين والتمسك بالكتب المعتبرة المتداولة، ومحبة أهل البيت والأولياء والصالحين، والتبرك بهم أحياء وأمواتا، وزيارة القبور وتلقين الميت والصدقة عنه واعتقاد الشفاعة ونفع الدعاء والتوسل وغير ذلك...
ومنهم رافضيون يسبون سيدنا أبا بكر وعمر رضي الله عنهما ويكرهون الصحابة رضي الله عنهم، ويبالغون هوى سيدنا علي وأهل بيته رضوان الله عليهم أجميعن، قال السيد محمد في شرح القاموس: وبعضهم يرتقي إلى الكفر والزندقة أعاذنا الله والمسلمين منها. قال القاضي عياض في الشفا: عن عبد الله بن مغفل قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم (الله الله في أصحابي لا تتخذوهم غرضا بعدى فمن أحبهم فبحبي أحبهم ومن أبغضهم فببغضي أبغضهم ومن آذاهم فقد آذانى ومن آذانى فقد آذى الله ومن آذى الله يوشك أن يأخذه) وقال رسول الله صلى الله عليه وسلم (لا تسبوا أصحابي فمن سبهم فعليه لعنة الله والملائكة والناس أجمعين لا يقبل الله منه صرفا ولا عدلا) وقال صلى الله عليه وسلم (لا تسبوا أصحابي فإنه يجئ قوم في آخر الزمان يسبون أصحابي فلا تصلوا عليهم ولا تصلوا معهم ولا تناكحوهم ولا تجالسوهم وإن مرضوا فلا تعودوهم) وعنه صلى الله عليه وسلم (من سب أصحابي فاضربوه) وقد أعلم النبي صلى الله عليه وسلم أن سبهم وآذاهم يؤذيه وأذى النبي صلى الله عليه وسلم حرام فقال (لا تؤذوني في أصحابي ومن آذاهم فقد آذانى) وقال (لا تؤذوني في عائشة) وقال في فاطمة (بضعة منى يؤذيني ما آذاها). اهـ (الشيخ محمد هاشم أشعري، رسالة أهل السنة والجماعة، ص 9-10).

Maqolah 1:
Pasal untuk menjelaskan penduduk Jawi berpegang kepada madzhab Ahlusunnah wal Jama’ah, dan awal kemunculan bid’ah dan meluasnya di Jawa, serta macam-macam ahli bid’ah di zaman ini.
Umat Islam yang mendiami wilayah Jawa sejak zaman dahulu telah bersepakat dan menyatu dalam pandangan keagamaannya. Di bidang fikih, mereka berpegang kepada mazhab Imam Syafi’I, di bidang ushuluddin berpegang kepada mazhab Abu Al-Hasan Al-Asy’ari, dan di bidang tasawuf berpegang kepada mazhab Abu Hamid Al-Ghazali dan Abu Al-Hasan Al-Syadzili, semoga Allah meridhoi mereka semua.

Kemudian pada tahun 1330 H muncul kelompok, pandangan, ucapan dan tokoh-tokoh yang saling berseberangan dan beraneka ragam. Di antara mereka adalah kaum salaf yang memegang teguh tradisi para tokoh pendahulu mereka dengan bermazhab dengan satu mazhab dan kitab-kitab mu’tabar, kecintaan terhadap Ahlul Bait Nabi, para wali dan orang-orang salih, selain itu juga tabarruk dengan mereka baik ketika masih hidup atau setelah wafat, ziarah kubur, mentalqin mayit, bersedekah untuk mayit, meyakini syafaat, manfaat doa dan tawassul serta lain sebagainya.
 
Di antara mereka juga ada golongan rofidhoh yang suka mencaci Sayidina Abu Bakr dan ‘Umar RA., membenci para sahabat nabi dan berlebihan dalam mencintai Sayidina ‘Ali dan anggota keluarganya, semoga Allah meridhoi mereka semua. Berkata Sayyid Muhammad dalam Syarah Qamus, sebagian mereka bahkan sampai pada tingkatan kafir dan zindiq, semoga Allah melindungi kita dan umat Islam dari aliran ini.

Berkata Al-Qadhi ‘Iyadh dalam kitab As-Syifa bi Ta’rif Huquq Al-Musthafa, dari Abdillah ibn Mughafal, Rasulullah SAW bersabda: Takutlah kepada Allah, takutlah kepada Allah mengenai sahabat-sahabatku. Janganlah kamu menjadikan mereka sebagai sasaran caci-maki sesudah aku tiada. Barangsiapa mencintai mereka, maka semata-mata karena mencintaiku. Dan barang siapa membenci mereka, maka berarti semata-mata karena membenciku. Dan barangsiapa menyakiti mereka berarti dia telah menyakiti aku, dan barangsiapa menyakiti aku berarti dia telah menyakiti Allah. Dan barangsiapa telah menyakiti Allah dikhawatirkan Allah akan menghukumnya. (HR al-Tirmidzi dalam Sunan al-Tirmidzi Juz V/hal. 696 hadits No. 3762).

Rasulullah SAW bersabda, Janganlah kamu mencela para sahabatku, Maka siapa yang mencela mereka, atasnya laknat dari Allah, para malaikat dan seluruh manusia. Allah Ta’ala tidak akan menerima amal darinya pada hari kiamat, baik yang wajib maupun yang sunnah. (HR. Abu Nu’aim, Al-Thabrani dan Al-Hakim)

Rasulullah SAW bersabda, Janganlah kamu mencaci para sahabatku, sebab di akhir zaman nanti akan datang suatu kaum yang mencela para sahabatku, maka jangan kamu menyolati atas mereka dan shalat bersama mereka, jangan kamu menikahkan mereka dan jangan duduk-duduk bersama mereka, jika sakit jangan kamu jenguk mereka. Nabi SAW telah kabarkan bahwa mencela dan menyakiti mereka adalah juga menyakiti Nabi, sedangkan menyakiti Nabi haram hukumnya.

Rasulullah SAW bersabda: Jangan kamu sakiti aku dalam perkara sahabatku, dan siapa yang menyakiti mereka berarti menyakiti aku. Beliau bersabda, Jangan kamu menyakiti aku dengan cara menyakiti Fatimah. Sebab Fatimah adalah darah dagingku, apa saja yang menyakitinya berarti telah menyakiti aku.(Risalat Ahli Sunnah wal Jama’ah, h.9-10)
المقالة الثانية:
وليس مذهب في هذه الأزمنة المتأخرة بهذه الصفة إلا المذاهب الأربعة، اللهم إلا مذهب الإمامية والزيدية وهم أهل البدعة لا يجوز الاعتماد على أقاويلهم. اهـ (الشيخ محمد هاشم أشعري، رسالة في تأكد الأخذ بمذاهب الأئمة الأربعة، ص 29).
Maqolah 2:
Bukanlah yang disebut mazhab pada masa-masa sekarang ini dengan sifat yang demikian itu kecuali Mazahib Arba’ah (Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’I dan Imam Ahmad). Selain dari pada itu, seperti mazhab Syiah Imamiyah dan Syiah Zaidiyah, mereka adalah ahul bid’ah yang tidak boleh berpegang kepada pandangan-pandangan mereka.(Risalah fi Ta’akkud Al-Akhdzi bi Al-Madzahib Al-Arba’ah, h.29)
 
المقالة الثالثة:
أما أهل السنة فهم أهل التفسير والحديث والفقه، فإنهم المهتدون المتمسكون بسنة النبي صلى الله عليه وسلم والخلفاء بعده الراشدين، وهم الطائفة الناجية، قالوا وقد اجتمعت اليوم في مذاهب أربعة الحنفيون والشافعيون والمالكيون والحنبليون، ومن كان خارجا عن هذه الأربعة في هذا الزمان فهو من المبتدعة. اهـ اهـ (الشيخ محمد هاشم أشعري، زيادة تعليقات، ص 24-25).
Maqolah 3:
Adapun Ahlusunnah mereka adalah para Ahli Tafsir, Hadits dan Fiqih. Sungguh merekalah yang mendapat petunjuk dan berpegang teguh dengan sunnah Nabi Muhammad SAW dan para khalifah yang rasyid setelah beliau. Mereka adalah ‘kelompok yang selamat’ (thaifah najiyah). Para ulama berkata, pada saat ini kelompok yang selamat itu terhimpun dalam mazhab yang empat; Hanafi, Maliki, Syafi’I dan Hanbali. Maka siapa saja yang keluar atau di luar empat mazhab itu adalah ahlul bid’ah di masa ini. (Ziyadat Ta’liqat, h. 24-25)
المقالة الرابعة
وَاصْدَعْ بِمَاتُؤْمَرُ لِتَنْقَمِعَ الْبِدَعُ عَنْ اَهْلِ اْلمَدَرِوَالْحَجَرِ. قال رسول الله صلى الله عليه وسلم "اِذَاظَهَرَتِ الْفِتَنُ اَوِالْبِدَعُ وسُبَّ اَصْحَابِيْ فَلْيُظْهِرِالْعَالِمُ عِلْمَهُ فَمَنْ لَمْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللهِ وَالْمَلاَئِكَةِ وَالنَّاسِ اَجْمَعِيْنَ
Sampaikan secara terang-terangan apa yang diperintahkan Allah kepadamu, agar bid’ah-bid’ah terberantas dari semua orang. Rasulullah SAW bersabda: “Apabila fitnah-fitnah dan bid’ah-bid’ah muncul dan sahabat-sahabatku di caci maki, maka hendaklah orang-orang alim menampilkan ilmunya. Barang siapa tidak berbuat begitu, maka dia akan terkena laknat Allah, laknat Malaikat dan semua orang.” (Muqadimah Qanun Asasi Nahdlatul Ulama)
*****

Fatwa Al-Habib Al-Musnid Syekh Salim bin Ahmad bin Jindan
(1324-1389 H, 1906-1969 M)
Tentang Syi’ah dan Rofidhoh
المقالة الأولى:
من هم الرافضة؟ هم الذين ينتحلون حب أهل البيب وليسوا كذلك ويزعمون أنهم أتباع أكابر أهل البيت مثل الحسنين وأبيهما وعلي بن الحسين وزيد بن علي رضي الله عنهم وهم يتبرأون من أبي بكر وعمر وعثمان ومعاوية وعمرو بن العاص وأنصارهم رضوان الله عليهم أجمعين فيسبونهم. (الراعة الغامضة في نقض كلام الرافضة, ص 1)

Siapakah golongan Rofidhoh itu? Mereka adalah kaum yang suka mengklaim palsu kecintaan terhadap ahlul bait, padahal mereka tidaklah demikian. Mereka mengaku sebagai pengikut para tokoh utama ahlul bait seperti Al-Hasan dan Al-Husain dan ayah mereka berdua (Sy. ‘Ali bin Abi Thalib), juga ‘Ali bin Al-Husain (Zainal Abidin), dan Zaid bin ‘Ali –semoga Allah meridhoi mereka-, namun mereka berlepas diri dari Sy. Abu Bakr, Sy. ‘Umar, Sy. ‘Utsman, Sy. Mu’awiyah, Sy. ‘Amr bin ‘Ash dan para penolong mereka, dan mencaci mereka semuanya.(Kitab Ar-Ra’at Al-Ghamidhoh fi Naqdh Kalam Al-Rafidhoh, hlm. 1)
المقالة الثانية:
واتفق بجواز لعن شاتمهم في حديث ابن عمر ما رواه الترمذي والخطيب قوله عليه السلام: إذا رأيتم الذين يسبون أصحابي فقولوا لعنة الله على شركم فهذا لا ريب في ذلك لأن شرار هذه الأمة الذين يسبون أصحاب نبيهم, والسب والذم على أصحاب محمد صلى الله عليه وسلم من سنة الرافضة والشيعة. فهؤلاء يسميهم أهل السنة يهود هذه الأمة, بل كانت اليهود خيرا منهم لو سألنا رجلا يهوديا عن أصحاب موسى ليقول هؤلاء خيارنا وأحباءنا ولو سألنا النصراني أيضا عن حواري عيسى ليقول هؤلاء هم سادتنا وخيارنا ولو سألنا الروافض والشيعة عن أصحاب محمد ليقولون إنهم أشرارنا وظالمونا قاتلهم الله أنى يؤفكون! والحاصل أن الرافضة وأذنابهم  ثبت في الكتاب والسنة أنهم من أهل النار مع إثبات الكفر عليهم والخروج من الدين الإسلامي وإن كانوا يزعمون أنفسهم مسلمين, أوليست اليهود والنصارى أنهم مسلمون من أهل الجنة؟؟؟ ولذلك قال الله تعالى ليس بأمانيكم ولا أماني أهل الكتاب من يعمل سوءا يجز به (النساء: 122) وإن كان مسلما يزعم أنه من أمة محمد صلى الله عليه وسلم فهو من أهل الفرق الضالة خارج عن السنة والجماعة وكان من أهل النار (الراعة الغامضة في نقض كلام الرافضة, ص 7-8)

Disepakati akan bolehnya melaknat orang yang mencerca para sahabat. Di riwayatkan oleh Ibnu ‘Umar ra., sabda Nabi saw: jika kamu melihat orang-orang yang mencela para sahabatku maka ucapkanlah laknat Allah atas kejahatan kalian! (HR. Tirmidzi dan Al-Khatib). Hal ini tak diragukan lagi sebab orang-orang yang mencaci para sahabat nabi adalah seburuk-buruk umat ini. Cacian dan cercaan kepada para sahabat nabi saw adalah tradisi kaum rofidhoh dan syiah secara umum. Mereka itulah yang dinamakan ‘Yahudi Islam’, yaitu kaum yahudi-nya umat ini. Bahkan umat Yahudi lebih baik daripada mereka, sebab jika kita tanyakan tentang sahabat nabi Musa, mereka jawab, mereka adalah para kekasih orang-orang pilihan kami. Jika kita tanyakan orang nasrani tentang para hawari nabi Isa, mereka jawab, bahwa hawari Isa adalah para pemimpin dan orang terbaik kami. Namun jika kita tanyakan tentang para sahabat nabi Muhammad saw kepada kaum rofidhoh dan syiah, mereka jawab, bahwa para sahabat adalah orang-orang yang jahat dan zalim! Semoga Allah perangi mereka karena ucapan keji itu. Kesimpulannya, kaum rafidhoh dan para pengekornya (syiah) telah ditetapkan dalam Qur’an dan Sunnah adalah ahli neraka dengan penetapan kekufuran atas mereka dan telah keluar dari agama Islam, betapa pun mereka tetap mengaku muslim. Sebab, bukan kah Yahudi dan Nasrani juga tetap mengaku muslim (pasrah) kepada Allah, dan mengklaim diri mereka ahli syurga?! Oleh karena itulah, Allah berfirman: bukan karena angan-angan kalian dan juga angan-angan ahli kitab, siapa saja yang mengerjakan keburukan maka ia akan dibalas setimpal (Q.s. An-Nisa: 122). Dan jika dia tetap kukuh mengaku muslim dari umat Muhammad saw, maka ia tergolong pengikut sekte sesat dan telah keluar dari garis sunnah dan jama’ah, dan termasuk ahli neraka. (hlm.7-8)
المقالة الثالثة:
فيجب على كل مسلم مخلص الإيمان عالم بلذة إسلامه وطعم إيمانه أن يؤدي شكره لأبي بكر الصديق فضلا عن رسول الله صلى الله عليه وسلم ولكن وجدنا أشرار هذه الأمة ويهودها يعني الروافض سبوه وطعنوه ورموه بالظلم و حاشا أن يكون للطيب صاحب سوء –يعني بالطيب النبي صلى الله عليه وسلم- ولكن الروافض هم الكافرون, وحكمنا بالكفر على من سب أحدا من أصحاب محمد صلى الله عليه وسلم مثل الخلفاء الراشدين لا يحبهم إلا مؤمن ولا يبغضهم إلا منافق معاند كافر ملعون من السبع الأرضين والسموات ألا إن لعنة الله على الكافرين (الراعة الغامضة في نقض كلام الرافضة, ص 11)
Maka wajib atas setiap muslim yang ikhlas dalam imannya, dan merasakan kelezatan islam dan rasa imannya, untuk menunaikan rasa terimakasih kepada Abu Bakr As-Shiddiq, terlebih lagi kepada Rasulullah saw. Akan tetapi kita telah dapati seburuk-buruk umat ini dan yahudinya, yaitu kaum rafidhoh, telah mencaci dan mendiskreditkan beliau (Abu Bakr RA) dan menuduhnya berbuat zalim. Sungguh mustahil orang yang baik (yaitu Nabi Muhammad) memiliki teman yang jahat, namun kaum rofidhoh itulah orang kafir, dan kami telah memvonis kekufuran atas siapa saja yang mencaci salah seorang sahabat Nabi Muhammad saw, seperti Khulafa’ Rasyidin. Hanya orang mukminlah yang mencintai mereka, dan hanya orang munafik, keras kepala, dan kafir lah yang membenci mereka. Orang itu dikutuk dari tujuh lapis bumi dan tujuh lapis langit, ingatlah bahwa laknat Allah atas orang-orang kafir! (hlm. 11)

Sunber: miumipusat

“MBB bukan BBM” ((:Menantimu Berat Bagiku:))

Senja malam mulai mengintip
Satu bintang terlihat berkelip
Elok nian hingga mataku tak berkedip
Seakan di hatiku hanya dia yang terselip
Seketika itu pesonanya kian ajib

Biarlah sekejap kupejam mata
Karna tak sanggup ku menatapnya
Sungguh bayangnya masih terbawa
Hingga tak kunjung ainai kubuka

Ah, bolehlah kulihat lagi dia barang sekali
Siapa sangka dialah yang kucari

Owh, siapa gerangan aku terpana
Bukan, yang ini beda dengan sebelumnya
Benar, dia bukan bintang biasa
Benar, dia bukan yang sedia kala
Dialah bintang kejora

Sinarnya lebih terang
Kilaunya sangat menantang
Kali ini hatiku benar-benar berguncang

Inikah yang kucari?
Salahkah selama ini ku menanti?

Kuharap inilah jawabnya
Tak usahlah ku tergesa-gesa

Sabar, sebentar, sesaat saja
Percaya, kelak kan tiba saatnya
Masa mudaku penuh karya
Kan kubina rumah tangga
Menjadi keluarga samara
______________________________

MBB (Muda, Berkarya, BerumahTangga)
______________________________

:))masarantau@kotanabi:((

(: kosong-kosong 0-0 :)

Teruntuk sahabatku
karib perjuanganku
satu atap berkurun waktu
mengukir bingkai asa berpadu
silih menopang bahu membahu
tanpa keluh tak pernah ragu

daku sadar, malu, terbisu
khilaf datang memanggilku
sigap menatap dan berseru
wahai yang suka mengaku !!
kau sahabat sejatiku
wahai yang suka mengaku
kau kawan setiaku
kemana hak saudaramu???

terlintas album jerih payahmu
kala kuperas keringatmu
terus kurampas ketenanganmu
jauh merenggut semua jasamu
hingga dirimu tak mampu
berucap, “SUDAH, HENTIKAN wahai kawanku !!!

daku salah daku keliru
tiada kembali waktu berlalu      
kawan, ikhlaskan daku di ladang maafmu

***

Tanpamu
terdengar gontai tubuh mulai lesu
senyap jiwaku tenggelam dalam syahdu
gugusan pilu menggenang dalam qolbu
ku genggam segenap rindu
kucari sepotong nyawaku
kemari kawan, kemari sahabatku
badan ini tak lagi mampu
hampa nyata kala jauh darimu
percayalah sahabatku
goresan pena ini bukti cintaku
secarik harapan doa untukmu
demi menyambut samudera maafmu
sosok satria dalam live historyku

Allahumma laka al-hamdu segala puji hanya bagiMu
Ya Hayyu…
sampaikan salam maafku
pada sahabat-sahabatku
penuntun setia jalan hijrahku menuju ridhoMu
Ya Qayyum…
di satu ujung negeriMu
di sepertiga malamMu
di sudut bilik rumahMu
mereka bersujud mohon rahmatMu
Ya Rabb satu lagi pintaku
kabulkan doa-doa sahabatku

***

Katup malam usai menunggu
Paras matahari pun mulai berkilau
berpena ria di ujung surau
berhenti sejenak lepaskan galau
harap rindu berbalas rindu
InSyaaAllah besok kita bertemu
fii ma’hadina ISYKARIMA naltaqii wa ilaihi nasytaaqu…:)



sssttt...soB,
InSyaaAllah saya bersama mas ust. Akhu Hamzah mengundang antum sekalian makan bareng DAGING ONTA ARAB plus BEBEK GORENG SOLO...mau kan??? kapan?? pokoknya doakan aja ya...^_^
#limitedition-lho
*khusus yang mau zuwaj jgn ampe ga kebagian lho,...nyesel dah ntar...



by: Abu Mu'awiyah
---on the Last day of Final exams
one day before summer holiday
Al Madina Al Thaiba 42° C---***

Ciri-Ciri Orang Tawadhu' Tidak Ikhlas

1. Tawadhu’ hanya dihadapan orang-orang yg telah mengenal dirinya, adapun dihadapan orang-orang yg belum mengenalnya dia angkuh.
 
2. Berprilaku santun pada orang-orang yg telah mengenal dirinya dan berprilaku kasar terhadap orang-orang yang belum mengenalnya.
 
3. Selalu menceritakan kekurangan dirinya terhadap orang-orang yg telah mengenal dirinya dan selalu berusaha menceritakan kelebiha-kelibihanya baik langsung atau tidak langsung kepada orang-orang yg belum mengenalnya.
 
4. Mempunyai standar ganda dalam bermu’amalah.

Oleh: Ust Mukhlis Biridlo


Senin, 04 Juni 2012

Aktifkan Hati Nurani, Karena Iman Ingin Dimengerti

Inspirasi ini muncul saat saya berjalan pulang dari harom menuju asrama maba UIM di funduq jam’iyyatil birr. Hanya butuh waktu kurang lebih 25 menit di bawah ‘hangatnya’ terik matahari di musim shoif ini untuk menempuh jarak sepanjang  1,5  km sudah lumayan untuk membakar kalori tubuh saya (baca: diet). Jarak yang cukup ‘ideal’ buat pengganti lari siang semasa di kampung dua menara dahulu. Inilah Syari’ Abi Dzar Al Ghifari satu-satunya jalan lurus yang menghubungkan jam’iyyatil birr dengan masjid nabawy. Biasanya setiap hari jum’at maupun sore hari menjelang magrib, di ruas kanan kiri jalan terlihat gerombolan mahasiswa UIM berjalan menuju masjid nabawy dengan masing-masing meminggul satu tas atau kresek berisikan kitab. Selain itu ada pula rombongan jama’ah umroh yang kebanyakan mereka berasal dari  India dan Pakistan yang tinggal tidak jauh dari asrama kami.

Sehabis menunaikan sholat jum’at di tengah memanasnya suhu udara di musim panas saya bergegas pulang menuju asrama karena masih banyak tugas salah satunya piket kamar yang harus segera saya bereskan setelah semalam saya tunda karena tak mau melewatkan moment mengantar sohibi fillah akhu hamzah bersama kafilah mahasiswa UIM menuju bandara madinah untuk rihlah da’awiyah ke bumi pertiwi Indonesia. Belum lagi rutinitas sehari-hari yang kudu dijaga semangatnya semisal muroja’ah qur’an dan muthola’ah kitab. Di tengah perjalanan menuju asrama inilah tepatnya di trotoar tengah antara dua jalan sekitar mahatthoh Saptco saya dapatkan satu pelajaran berharga. Saat itu pandangan saya masih terfokus pada satu titik di atas sebuah funduq bertuliskan Jam’iyyatul Birr. “Huff…sendirian, masih jauh, panas lagi, kapan sampenya ini…” gerutu saya sesekali sambil menahan panasnya cuaca. Di tambah lagi diri arah kanan dan kiri saya banyak sawwaq naql/ujroh (sopir angkot/taxi) mulai mendekat sambil menawarkan jasa ”makkah..ha..makkah? yalla yalla juddah..juddah..?, wahid nafar yanbo’? yanboo’..? juddah..makkah..yanbo’ bla..bla bla...”  Jiaaaahh...ini orang apa ga liat yah orang udah geleng-geleng kepala, udah bilang Laaa…masih pula bertanya-tanya. Jan…capek, iya, haus, iya, laper, lumayan, panas, buanget jal, jarak, jauh lagi…tambah pula berisik sawwaq yg lagi cari penumpang, hmm...bener-bener mulai melunturkan semangat jalanku menuju asrama. Hampir-hampir saya mulai tergoda melirik kanan kiri, karna di sana ada baqqolah (mini market) dan ruzz bukhori (resto) yang sepintas pikir saya akan mengobati dehaga dan dangdutan (baca: keroncongan) perut saya…^.^

Segeralah saya pasang tameng ampuh penolak syaiton seraya berucap “Astaghfirullaah…sabar ndan sabarr…bentar lagi kog”. Sambil beristighfar saya mulai menenangkan pikiran wa bittaufiq minallaah tiba-tiba saya ingat lafazh ash shiroth al mustaqim di surat al Al Fatihah. Secara makna harfiah lafazh ini artinya jalan yang lurus. Yap, persis seperti jalan yang sedang saya lalui ini lurus dari masjid nabawy menuju asrama. Adapun secara tafsiriyah maknanya adalah Islam itu sendiri. Alhamdulillah, minimal 5x sehari kita melafadzkan doa Ihdinash shirothol mustaqim tiap sholat fardhu agar Allah menunjukkan kita Islam yang lurus.

Saya mulai berpikir bahwa godaan ini salah satu trik syaiton hendak mengelabuhi saya supaya menunda-nunda waktu hingga tugas saya berantakan. Sejenak, saya bertanya pada hati nurani alias menimbang-nimbang baik buruknya sambil terus mengayuh langkah pelan-pelan, “kalau saya mampir baqqolah, kalo saya rehat sebentar di ruzz bukhori, kalo saya beli es krim dulu, kalo saya bla bla bla truss…kapan saya sampe asrama, kapan saya beres2 kamar, kapan saya baca kitab, kapan saya rehat, kapan saya…?”. Jreng…!! Supaya lebih rilex saya hibur diri dengan sabda Rasulullah Sahallallaahu ‘alaihi wa sallam “Surga itu dihiasi dengan perkara-perkara yang dibenci sedangkan neraka dihiasi dengan hal-hal yang disukai.” (HR. Bukhari dan Muslim). Beli es krim, enak, makan fakhm (ayam panggang), nikmat, jalan terus, puanas, capek. Wah cocok banget situasi saya dengan hadits di atas. Kalau saya turuti, waktu saya habis, saya ga sampai-sampai, tugas keteteran, muraja’ah ambyar. Saya pun berusaha mengendalikan diri agar tidak terpengaruh oleh bayangan dinginnya es krim di baqqolah ataupun lezatnya fakhm di resto bukhori. Hanya dengan mengingat-ingat tujuan utama saya adalah satu yaitu balik ke asrama untuk menyelesaikan semua tugas, Titik! Singkat cerita saya berhasil menahan diri dari rayuan baqqolah dan resto bukhori. Di sini lah terlihat peran hati nurani saya. Saya pun lega bisa segera sampai asrama tanpa mengeluarkan real sepeser pun.

SobatQuu…

Dalam sebuah atsar Imam Ahmad bin Hanbal meriwayatkan dari 'Abdullah bin Mas'ud, ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menggaris satu garis dengan tangannya, kemudian bersabda: “Ini adalah jalan Allah yang lurus.” Setelahnya beliau menggaris beberapa garis di sebelah kanan dan kirinya, kemudian beliau bersabda: “Ini adalah jalan-jalan. Tidak ada satu jalan pun dari jalan-jalan ini melainkan di atasnya ada setan yang mengajak kepadanya.” Beliau lalu membaca ayat: “Sesungguhnya ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah jalan ini dan jangan kalian mengikuti jalan-jalan lain karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya.” (HR Ahmad, lihat dalam al-Musnad (VII/436) no 4437).

Kala seorang muslim sudah berada pada jalan yang lurus, saat itu pula syaiton dengan segala kemampuan membukakan jalan-jalan baru yang seakan lebih indah, lebih menarik, ringan dan lebih mudah untuk dilalui. Terkadang kita terbiasa melakukan hal-hal yang sebenarnya bukan kehendak nurani kita. Bahkan hanya berangkat dari sebuah penasaran atau sekedar coba-coba alias Iseng dan berujung pada penyasalan berkepanjangan.

Ilustrasi sederhana…

Sebut saja mas akhi. Awalnya dia pergi ke suatu swalayan induk (mall) hendak beli jaket baru yang lagi ngetrend saat itu. Setelah ia dapatkan jaket yang dicari, dia penasaran pas ngeliat banyak anak muda seusianya berbondong-bondong menuju lantai atas, terdengar salah satu dari mereka bilang “eh, ayok buruan giih, keburu habis tiketnya…”. Mas akhi pun penasaran dibuatnya. Berdalih hendak sidak lapangan akhirnya ia putuskan mengikuti arah gerak anak2 muda tadi. Tett-tooootttt,…sudah ketebak, apa hayoo?? Betttul…, bukan lain adalah XXI (twenty one) satu mustholah yang akhi-akhir ini masyhur di kalangan pesantren. Rasa penasarannya alias iseng berhasil mengantarkannya menonton film ‘Suster Ngepel’…kekekek:)

Pada taraf yang mengakhawatirkan, ia mulai menilai ‘pemandangan indah’ di sekitarnya “kayaknya asyik juga deh. Selama gue nyantri gue kan lom pernah pacaran. Iseng ah marroh-marroh, gue ingin buktiin kalo gue ga bakal lama-lama ngrasain yang beginian…” Allahul Musta’aan. Setelah ia coba, fakta berkata lain. Gara-gara iseng telah membuatnya lupa diri, berubah 180 derajat. Bermula dari iseng, dia lupa tujuan semula. Di lain kesempatan dia sudah berani mempraktekkan apa yang liat di XXI. Bahkan sekarang ia lebih suka melankolis, melas, stagnan, kolap dan pesimis alias mudah galau. Imbasnya, fokus buyar, sekolah bubar, tujuan ga karuan, masa depan suram. Nas-alullaahassalaamah

Bener kata banghaji  “Noh, kan ude gue bilangin, elu pade jangan suke ‘iseng’…!! Apelagi ampe maksiaat. Emang lo kire setan diem? Nyaho’ baru tau rasa luh…” (wuaa kasaar ya…, apwan plen bahasa amiyah guwa hehe…^,^)

Baiklah, Sobatku sekalian tidak jarang kita tergelincir dari tujuan utama lantaran hal sepele hanya karena ‘iseng’. Pesanku, hindari kebiasaan iseng lewat aktivitas rutinmu. Nyalakan semangat istiqomahmu dan jangan lupa pesan bapak-ibu. Semoga bermanfaat...


INGAT- ingat ^!^

^^...karena iman selalu ingin dimengerti...^^






Jumat, 25 Mei 2012

خطبة المسجد الحرام - الشيخ سعود الشريم

  المحاورة وأثرها
ألقى فضيلة الشيخ سعود الشريم - حفظه الله - خطبة الجمعة بعنوان: "المحاورة وأثرها"، والتي تحدَّث فيها عن المحاورة والمُجادلة بالتي هي أحسن، وأن لها أثرًا عظيمًا في تأليفِ القلوبِ، وإصلاحِ النفوس وتهذيبِها، وذكر أمثلةً ونماذجَ من مُحاورةِ الأنبياء لأقوامهم، ومُحاورة النبي محمد - صلى الله عليه وسلم - للمؤمنين والكافرين من قومه، وكيف كانت المُحاورة تُؤثِّرُ في النفوس، وبيَّن أنها أيضًا تُؤثِّرُ على الأطفال في تربيتهم.

الخطبة الأولى
الحمد لله الكبير المُتعال، ذِي العِزَّة والملكوت شديدِ المِحال، أنزلَ علينا كتابًا مُبينًا ضربَ لنا فيه الأمثالَ، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمدًا عبدُ الله ورسوله، خيرُ من أُوتِيَ جوامِع المقال وأحسن الخِصال، فصلواتُ الله وسلامُه عليه وعلى أزواجه وأصحابه والآل، وسلَّم تسليمًا كثيرًا.
أما بعد:
فإن أحسنَ الحديثِ كلامُ الله، وخيرَ الهديِ هديُ محمدٍ - صلى الله عليه وسلم -، وشرَّ الأمور مُحدثاتُها، وكلَّ مُحدثةٍ بدعةٌ، وكلَّ بدعةٍ ضلالةٌ، وعليكم بجماعة المُسلمين فإن يدَ الله على الجماعة، والزَموا تقوى الله - سبحانه -؛ فهي الهدايةُ والنورُ، والسِّياجُ المنيعُ من الانحرافات والشُّرور، وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَخْشَ اللَّهَ وَيَتَّقْهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَائِزُونَ [النور: 52].
أيها المسلمون:
في الليلة الظَّلماء يُفتقدُ البدرُ، وفي يوم الحرِّ الشديدِ يُستجلَبُ الظلُّ، ويُستعذبُ المورِدُ، وفي خِضَمِّ الفتن والخلافاتِ التي تموجُ كموجِ البحرِ، وإعجابِ كل ذي رأيٍ برأيِه، وهيَجانِ الإسقاط الفِكريِّ، والعلميِّ، والثقافيِّ، والإعلاميِّ؛ يبحثُ العاقلُ فيها عن قَبَسِ نورٍ يُضِيءُ له ويمشي به في الناسِ، أو عن طوقِ نجاةٍ يتَّقِي به أمواجَ البحر اللُّجِّيِّ الذي يغشاهُ موجٌ من فوقه موجٌ من المُدلهِمَّاتِ والزوابِعِ التي تجعلُ الحليمَ حيرانًا.
وإننا في هذه الآوِنة نعيشُ زمنًا تكاثَرَت فيه الوسائلُ المعلوماتية، وبلَغت حدًّا من السرعة جعلَت المرءَ يُصبِحُ على أحدث مما أمسَى به، ثم هو يُمسِي كذلك. إنها ثورةُ معلوماتٍ وبُركانٌ من الثقافات والمقالات والمُطارَحات التي اختلَط فيها الزَّيْنُ بالشَّيْن، والحقُّ بالباطلِ، والقناعةُ بالإسقاطِ القَسريِّ، حتى أصبحَ الباحثُ عن الحقِّ في بعض الأحيانِ كم يبحثُ عن إبرةٍ في كومةِ قشٍّ، وهنا تكمُنُ صعوبةُ المهمةِ، وتخطُرُ التَّبِعَة.
وربما لم يعُد أسلوبُ الأمس يُلاقِي رواجًا كما كان من قبلُ؛ وذلك لطُغيان المُشاحَّة وضعفِ الوازِعِ، ما يجعلُ أُسلوبَ المُحاوَرة والمُجادَلة بالتي هي أحسنُ سبيلًا أقومَ في هذا الزمن، وبخاصَّةٍ في مجال التربيةِ والإعدادِ والنُّصحِ والتوجيهِ، والنقدِ والخُصومة.
فكلِّ زنٍ وسيلتُه التي تُوصِلُه إلى غايةِ الأمسِ واليوم، ولا يعني هذا أن ما مضى كان خللًا، كما أنه لا يُلزِمُ أن الحاضِرَ هو الأمثلُ، وإنما لكل مقامٍ مقالٌ، ولكل حادثٍ حديثٌ، ولقد أحسن شيخُ الإسلام ابن تيمية - رحمه الله - حين قال: "إذا عُرِف الحق سُلِك أقرب الطرقِ في الوصولِ إليه".
ربما كان الإسقاطُ والإلزامُ دون مُحاورةٍ أو تعليلٍ أسلوبًا سائدًا في زمنٍ مضى قد فرضَ تواجُده في الأسرة والمدرسة، ومنابر العلم والفِكر والإعلام، وربما كان مقبولًا إلى حدٍّ ما لمُلاءَمة تلك الطبيعة والمرحلة للمُستوى الخُلُقي والمعيشي والتربوي والعلمي. وما ذاك إلا لسريان مبدأ الثقة والاطمئنان بين المجموع، وهي في حِينها أدَّت دورًا مشكورًا، وسعيًا مذكورًا، كان مفهومُ التلقينِ فيها أمرًا إذا كان المُلقِّنُ هو الأعلى، وربما صار نُدبةً وطلبًا إذا كان المُلقِّنُ هو الأدنى، وقد يكونُ في حُكم الالتِماسِ إذا كان الطرَفَان مُتساوِيَيْن.
بَيْد أن المشارِبَ في زمننا قد تعدَّدت، والطرقَ المُوصِلة قد تفرَّعَت، ما بين مُوصِلٍ للغاية، أو هاوٍ بسالِكها إلى مكانٍ سحيقٍ، أو سالِكٍ وعرًا على شفَا جُرُفٍ هارٍ، قد بيَّن ذلكم بأوضح عبارة وأجمعِ كلِمٍ رسولُ الله - صلى الله عليه وسلم - في الحديث الذي رواه عنه ابن مسعود - رضي الله تعالى عنه - قال: خطَّ لنا رسولُ الله - صلى الله عليه وسلم - يومًا خطًّا فقال: «هذا سبيلُ الله»، ثم خطَّ خطوطًا عن يمينِ الخطِّ ويساره وقال: «هذه سُبُلٌ على كلِّ سبيلٍ منه شيطانٌ يدعو إليه»، ثم تلا: « وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ [الأنعام: 153]» - يعني: الخطوط الذي عن يمينه ويساره -؛ رواه أحمد، والنسائي.
ومن هذا المُنطلَق كلِّه - عباد الله - يأتي الحديثُ بشَغَفٍ عن الحاجةِ إلى سيادةِ مبدأ المُحاوَرة والمُجادَلة بالتي هي أحسنُ في جميع شُؤون الحياة كما علَّمَنا ذلك دينُنا الحنيفُ، وكان رائدَنا فيها كتابُ ربِّنا وسنَّةُ نبيِّنا - صلى الله عليه وسلم -؛ فالمُحاورةُ أسلوبٌ راقٍ، ووسيلةٌ مُثلَى تُوصِلُ إلى الغايةِ بكل أمنٍ وطُمأنينةٍ وأدبٍ وتأثيرٍ.
لأن اختلافَ الناس وتفاوُت عقولِهم، وأفهامهم، وأحوالهم النفسيَّة تفرِضُ طرقَ هذا المبدأ في زمنٍ كثُر فيه الجشَعُ، وشاعَت فيه الفوضَى، وأصبحَ التافِهُ من الناسِ يتكلَّمُ في أمر العامَّة.
المُحاورةُ - عباد الله - تبادُلُ حديثٍ بين اثنين أو أكثر، يُقصَدُ به: إظهارُ حُجَّةٍ، أو إثباتُ حقٍّ، أو دفعُ شُبهةٍ، أو رفعُ باطلٍ في قولٍ، أو فعلٍ، أو اعتقادٍ. وهي أسلوبٌ مُعتبرٌ في الكتابِ والسُّنَّة؛ فكتابُ الله به عشراتُ الآيات التي جاءت مُتضمِّنةً معنى المُحاورة، والسنَّةُ المُطهَّرة مليئةٌ بهذا الأُسلوبِ المُنبعِثِ من الخُلُق النبوي الهادفِ إلى هدايةِ الناسِ، والحِرصِ عليهم، والرحمةِ بهم، لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ [التوبة: 128].
وإن أي مُجتمعٍ يُربِّي نفسَه ونفوسَ بنِيه على إجادَة إيصال الفِكرة إلى الغير بإقناعٍ ناتجٍ عن مُحاورةٍ وشفافيَّة - كما يقولون -، ومُجادلةٍ بالتي هي أحسنُ لا بالتي هي أخشنُ، فستصِلُ الفِكرةُ بكلِّ يُسرٍ ووضوحٍ لا يشُوبُه استِكبارٌ، وإذا لم تكن نتيجةً إيجابيَّةً فلا أقلَّ من أن الحُجَّة قامَت، والذِّمَّة برِئَت، ولسانُ الحالِ حينئذٍ هو قولُ المؤمنِ: فَسَتَذْكُرُونَ مَا أَقُولُ لَكُمْ وَأُفَوِّضُ أَمْرِي إِلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ بَصِيرٌ بِالْعِبَادِ [غافر: 44].
والحُكمُ هو الحُكمُ، والحقُّ هو الحقُّ، لن يتغيَّر؛ سواءٌ أكان بمُحاورةٍ أم لا، ولكن التغيُّر إنما يكونُ في القناعةِ بالحُكم وفهمِه والرِّضا به، ومعرفةِ حِكَم الشارعِ ومقاصِدِه.
ثم إن المُحاورة لا تعنِي باللُّزومِ اقتسامَ النتيجة بين المُتحاوِرَيْن، كما أن الوسطيَّة لا تعني التوسُّطَ بين أمرَيْن؛ لأن الوسطيَّة هي العدلُ والخِيار الذي لا مَيْلَ فيه لطرفٍ دون طرفٍ؛ بل أنَّى وُجِد الحقُّ فهو الوسطُ، وإن كان أدعياؤُه طرَفين لا ثالثَ لهما.
وهذه هي الغايةُ المرجُوَّة من المُحاورة، ومن جادلَ بالباطلِ ليُدحِضَ به الحقَّ؛ فقد قال الله عنه: الَّذِينَ يُجَادِلُونَ فِي آيَاتِ اللَّهِ بِغَيْرِ سُلْطَانٍ أَتَاهُمْ كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ وَعِنْدَ الَّذِينَ آمَنُوا كَذَلِكَ يَطْبَعُ اللَّهُ عَلَى كُلِّ قَلْبِ مُتَكَبِّرٍ جَبَّارٍ [غافر: 35].
لقد امتازَت المُحاورةُ في شريعتنا الغرَّاء بأنها عامَّةٌ في جميع شُؤون الحياة، ابتِداءً من أمور الاعتقاد، وانتِهاءً بتربية الأطفال؛ فمن أمثلة ما جاء في أبواب الاعتقاد: مُحاورة كل نبيٍّ لقومه، ومُجادلتهم بالحُسنى طمعًا في هدايتهم إلى صراط الله المُستقيم، وقد جاء في الحديث: أن قُريشًا اختلَفَت إلى الحُصين بن عِمران، فقالوا: إن هذا الرجلَ - يعنونَ محمدًا - صلى الله عليه وسلم - يذكُرُ آلهَتنا، فنحن نحبُّ أن تُكلِّمَه وتعِظَه، فهب حُصينٌ إلى النبي - صلى الله عليه وسلم -، فلما رآه النبي - صلى الله عليه وسلم - قال: «أوسِعوا للشيخِ». فأوسَعوا له، فقال حُصينٌ: ما هذا الذي يبلُغُنا عنك أنك تشتِمُ آلهَتنا وتذكُرُهم. فكان مما قال له النبي - صلى الله عليه وسلم -: «يا حُصين! كم إلهًا تعبُد؟». قال: سبعةً في الأرض وإلهًا في السماء. قال: «فإذا أصابَك الضيقُ فمن تدعُو؟». قال: الذي في السماء. قال: «فإذا هلَكَ المالُ فمن تدعُو؟». قال: الذي في السماء. قال: «فيستجيبُ لك وحدَه وتُشرِكُهم معه؟! ..» إلى أن قال النبي - صلى الله عليه وسلم -: «يا حُصين! أسلِم تسلَم». قال: إن لي قومًا وعشيرةً؛ فماذا أقولُ لهم؟. قال: «قُل: اللهم إني أستهدِيك إلى أرشدِ أمري، وأستجيرُك من شرِّ نفسي، علِّمني ما ينفعُني، وانفعني بما علَّمتَني، وزِدني علمًا ينفعُني». فلم يقُم حتى أسلَمَ؛ رواه أحمد، والترمذي، والنسائي، وغيرُهم.
وقد دخل عديُّ بنُ حاتمٍ على النبي - صلى الله عليه وسلم - وهو نصرانيٌّ، فسمِعَ النبيَّ - صلى الله عليه وسلم - يقرأ قولَ الله: اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ [التوبة: 31]. فقال عديٌّ: إنا لسنا نعبُدهم. قال: «أليس يُحرِّمُون ما أحلَّ الله فتُحرِّمُونَه، ويُحلُّون ما حرَّم الله فتُحِلُّونه؟!». قال: فقلتُ: بلى. قال: «فتلك عبادتُهم»؛ رواه أحمد، والترمذي، وغيرُهما.
فهذه هي مُحاورةُ النبي - صلى الله عليه وسلم - في أمور العقائد؛ لتكون نبراسًا لكلِّ مُسلمٍ حريصٍ على هدايةِ غيره أن يقتدِيَ بهدي النبي - صلى الله عليه وسلم -، واللهُ - جل وعلا - يقول: لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا [الأحزاب: 21].
باركَ الله ولكم في القرآن العظيم، ونفعَني وإياكم بما فيه من الآياتِ والذكرِ الحكيم، قد قلتُ ما قلتُ، إن صوابًا فمن الله، وإن خطأً فمن نفسي والشيطان، وأستغفر الله إنه كان غفَّارًا.

الخطبة الثانية
الحمد لله على إحسانه، والشكرُ له على توفيقِهِ وامتِنانِه.
وبعد:
فإن المُحاورةَ بالحُسنى خيرُ سبيلٍ مُوصِلٍ إلى الحقِّ والرِّضا لمن كان له قلبٌ أو ألقَى السمعَ وهو شهيدٌ، فحينما تستحكِمُ الشهوةُ على فُؤاد المرء، ويشرئِبُّ قلبُه إلى المعصية؛ فإن مجرَّد النهرِ والزَّجرِ والكَهرِ بعيدًا عن أُسلوبِ المُحاورة الكَفيلِ بنزعِ فَتيلِ الإغراقِ في حبِّ الشهوات لا يحصُدُ من الفوائد ما تحصُدُه المُحاورةُ ذاتُها.
فقد جاء فتًى إلى النبي - صلى الله عليه وسلم -، فقال: يا رسول الله! ائذَن لي في الزِّنا. فأقبَلَ القومُ عليه، فزجَروه، وقالوا: مَهْ مَهْ. فقال: «اُدنُه»، فدنَا منه قريبًا، فجلسَ. قال: «أتحبُّه لأُمِّك؟». قال: لا والله، جعلَني الله فِداءَكَ. قال: «ولا الناسُ يُحِبُّونه لأمهاتهم». قال: «أفتُحِبُّه لابنتِك؟». قال: لا والله يا رسول الله، جعلَني الله فِداءَكَ. قال: «ولا الناسُ يُحبُّونه لبناتهم». قال: «أفتُحِبُّه لأُختِك؟». قال: لا والله، جعلني الله فِداءَكَ. قال: «ولا الناسُ يُحِبُّونه لأخواتهم ..» الحديث، إلى أن قال: فوضعَ النبي - صلى الله عليه وسلم - يدَه عليه، وقال: «اللهم اغفر ذنبَه، وطهِّر قلبَه، وحصِّن فرْجَه»، فلم يكن بعد ذلك - الفتَى - يلتَفِتُ إلى شيءٍ؛ رواه أحمد.
هذه هي المُحاورةُ، وهذا هو أثرُها في إيضاح الأمر وإزالةِ الشُّبهة، وسلِّ الشهوةِ العَمياء.
وللمُحاورة في إزالة غشاءِ الظنِّ والشكِّ المُفضِيَيْن إلى اتِّهام النوايا والأعراضِ ما يجدُرُ أن تكون محلَّ نظر كل صادقٍ مُنصِفٍ حريصٍ على سلامة قلبه وذمَّته؛ فقد جاء أعرابيٌّ إلى النبي - صلى الله عليه وسلم - فقال: إن امرأتي ولدَت غُلامًا أسود. فقال له رسول الله - صلى الله عليه وسلم -: «هل لك من إبِلٍ؟». قال: نعم. قال: «فما ألوانُها؟». قال: حُمْرٌ. قال: «هل فيها من أَورَق؟» - أي: ما يَميلُ إلى السَّواد -. قال: إن فيها لوُرقًا. قال: «فأنَّى ترى ذلك جاءَها؟». قال: يا رسول الله! عِرقٌ نزَعَها. قال: «ولعلَّ هذا عِرقٌ نزَعَه»؛ رواه البخاري، ومسلم.
فلا إله إلا الله؛ كم زالَ من الظنِّ السيِّءِ بأهله بهذه المُحاورة، فقطَعت دابِرَ الشكِّ، وأغلَقَت بابَ الفُرقَة الأُسريَّة، ولا إله إلا الله؛ كم هو عظيمٌ أثرُ الطمأنينة حينما يُحسِنُ المرءُ استِجلابَها بمُحاورةٍ هادِئةٍ هادِفةٍ حادِيها الإخلاص والبحثُ عن الحقيقة، بعيدًا عن التنابُزِ والتنابُذ.
وفي تربيةِ الأطفال يكونُ للمُحاورة من الأثر والوقعِ على النفسِ أكثرُ من مُجرَّد التلقين والإسقاط القَسريِّ؛ فقد رأى النبي - صلى الله عليه وسلم - الحسنَ بن عليَّ - رضي الله تعالى عنهما - قد أخذَ تمرةً من تمر الصدقةِ فجعلَها في فِيهِ، فقال رسول الله - صلى الله عليه وسلم -: «كَخْ كَخْ، ارْمِ بها، أما علِمتَ أنَّا لا نأكُلُ الصدقةَ؟!»؛ رواه البخاري، ومسلم.
فهل تستوي التربيةُ مقرونةً ببيان السببِ والحِكمةِ بتربيةٍ مُجرَّدةٍ عن ذلك؟! ولو كان مُجرَّد النهيِ كَفيلًا في التربيةِ لاكتَفَى - صلى الله عليه وسلم - بقولِه: «كَخْ»، ولكن إضافةَ شيءٍ من المُحاورة بالتعليلِ مع هذا الصبيِّ تُوقِعُ في النفسِ معنى الفهمِ الصحيحِ حينما يكونُ مُعلَّلًا لا مفروضًا دون أدنى بيانٍ.
ومع ذلك كلِّه - عباد الله -؛ فإن المُحاورة لا تعني تهميشَ المرجعيَّة الشرعيَّة، كما أن الدعوةَ إليها لا تعني أن تكون كل مُحاورةٍ سَبهلَلًا بلا زِمامٍ ولا خِطامٍ؛ بحيث تطغَى على الحقوق والحُرُمات، وتكونُ مُحاورةُ تكْأَةً لكل مُتشفِّي، لاسيَّما حين يطالُ ذلكم مقاماتٍ لها في الاحترامِ والمرجعيَّة والتقديرِ ما يستقيمُ به الصالحُ العام، ولا يفتحُ بابًا للفوضى والرَّميِ بالكلامِ كيفما اتفق.
ويشتدُّ الأمرُ خطورةً حينما يكونُ ذلكم عند الحديثِ عن العُلماء والوُلاة الشرعيِّين، من خلال جعلِ بعضِ المُحاورات كلأً لمُنابَذتِهم ومُنابَزتهم، وقد جعل لهم الشارعُ الحكيمُ من الحُرمة والمكانة ما تعودُ مصلحتُه على أمنِ واستقرارِ المُجتمع، بعيدًا عن الإرباكِ والإرجافِ بالمنظومةِ العلميَّة والقياديَّة.
يتجلَّى ذلكم بوضوحٍ فيما ثبتَ في "الصحيحين" من أن جماعةً ألحُّوا على أسامة - رضي الله تعالى عنه - أن ينصحَ عثمان - رضي الله عنه - أميرَ المؤمنين علانيةً في شأن الوليد بن عُقبة، فقال: "قد كلَّمتُه، ما دُون أن أفتحَ بابًا أكونُ أوَّلَ من يفتحُه".
قال الحافظُ ابنُ حجر: "أي: يفتحُ بابَ الإنكار على الأئمةِ علانيةً خشيةَ أن تفترِقَ الكلمةُ، ثم عرَّفَهم أسامةُ أنه لا يُداهِنُ أحدًا ولو كان أميرًا؛ بل ينصحُ له في السرِّ جُهدَه".
إنها مُحاورةٌ لطيفةٌ مع من يُلِحُّ عليه تُوصِلُ للحقيقةِ دون غُلُوٍّ أو جفاءٍ.
ولقد أحسنَ ابنُ عبد البرِّ في نقلِه عن بعضِ السَّلَف قولَه: "أحقُّ الناسِ بالإجلالِ ثلاثةٌ: العُلماء، والإخوان، والسلطان؛ فمن استخفَّ بالعُلماء أفسدَ مُروءَته، ومن استخفَّ بالسلطان أفسدَ دُنياه، والعاقلُ لا يستخِفُّ بأحدٍ".
إِنَّ الَّذِينَ يُجَادِلُونَ فِي آيَاتِ اللَّهِ بِغَيْرِ سُلْطَانٍ أَتَاهُمْ إِنْ فِي صُدُورِهِمْ إِلَّا كِبْرٌ مَا هُمْ بِبَالِغِيهِ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ [غافر: 56].
هذا وصلُّوا - رحمكم الله - على خيرِ البرية، وأزكى البشرية: محمد بن عبد الله، صاحبِ الحوض والشفاعة؛ فقد أمركم الله بأمرٍ قد بدأ فيه بنفسه، وثنَّى بملائكته المُسبِّحة بقُدسِه، وأيَّه بكم - أيها المؤمنون -، فقال - جل وعلا -: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا [الأحزاب : 56].
اللهم صلِّ وسلِّم وزِد وبارِك على عبدك ورسولك محمد، صاحبِ الوجهِ الأنور، والجَبين الأزهَر، وارضَ اللهم عن خلفائه الأربعة: أبي بكرٍ، وعُمر، وعثمان، وعليٍّ، وعن سائر صحابةِ نبيِّك محمدٍ - صلى الله عليه وسلم -، وعن التابعين، ومن تبِعَهم بإحسانٍ إلى يوم الدين، وعنَّا معهم بعفوك وجودك وكرمك يا أرحم الراحمين.
اللهم أعِزَّ الإسلام والمسلمين، اللهم أعِزَّ الإسلام والمسلمين، واخذُل الشركَ والمشركين، اللهم انصُر دينَكَ وكتابَكَ وسنةَ نبيِّك وعبادَكَ المؤمنين.
اللهم فرِّج همَّ المهمومين من المُسلمين، ونفِّس كربَ المكروبين، واقضِ الدَّيْن عن المدينين، واشفِ مرضانا ومرضَى المُسلمين برحمتك يا أرحم الراحمين.
اللهم آمِنَّا في أوطاننا، وأصلِح أئمَّتنا وولاة أمورنا، واجعل ولايتنا فيمن خافك واتقاك، واتبع رضاك يا رب العالمين.
اللهم وفِّق وليَّ أمرنا لما تحبُّه وترضاه من الأقوال والأعمال يا حيُّ يا قيُّوم، اللهم أصلِح له بطانته يا ذا الجلال والإكرام.
اللهم أصلِح أحوال إخواننا المُسلمين في كل مكان، اللهم أصلِح أحوالَهم، اللهم كُن مع إخواننا المُضطهَدين في سُوريا، اللهم كُن مع إخواننا المُضطهَدين في سُوريا، اللهم انصُرهم على من ظلَمَهم ومن عادَاهم، اللهم اجعل شأن من ظلَمهم في سِفال، وأمرَه في وَبال يا ذا الجلال والإكرام.
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ [البقرة: 201].
سبحان ربِّنا رب العزة عما يصفون، وسلامٌ على المرسلين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين.